Cerita Dewasa Terbaru - Kencan seks yang ku baca di situs internet semula kukira hanyalah bohongan belaka. Namun setelah memanfaatkan milis internet, aku baru bisa percaya. Sebab, aku memang bisa dapet teman kencan untuk making-love dengan wanita keturunan tionghoa cina. Mau tahu kelanjutannya ? silahkan simak cerita berikut ini.
Setelah menyimak daftar nomor HP wanita-wanita’yang butuh teman kencan melalui SMS date aku segera menyebar SMS perkenalan. Hasilnya, SMSku dapat jawaban dari seorang wanita setengah baya 30 tahun asal Jakarta (sebut saja namanya Dewi). Awalnya, dia merasa terkejut dan mengaku tak pernah mencari teman kencan pria lewat SMS. Namun setelah berdialog beberapa saat, akhirnya dia mengakui bahwa dirinya adalah seorang wanita yang kesepian. Bahkan, dia malah memintaku datang ke Jakarta dan segala biaya akan dijamin.
Tanpa pikir panjang aku menyatakan siap. Dengan memanfaatkan jasa kereta cepat Argolawu jurusan KotaX-Jakarta, aku bisa melesat ke Stasiun Gambir Jakarta. Seperti yang dia pesan, aku diminta menunggu di peron Stasiun. Cukup lama, aku menunggu sendiri di peron, hampir satu jam hanya duduk memandang orang-orang berlalu-lalang. Semula aku hampir putus asa dan curiga, jangan-jangan aku hanya dikerjai. Ketika matahari sudah lenyap dan langit Jakarta sudah gelap, ketika aku memutuskan untuk pergi dari Stasiun Gambir (karena merasa dikerjai), tiba-tiba ada seorang wanita tua yang menghampiriku.
Wanita yang mirip nenek-nenek itu menyampaikan pesan bahwa aku telah ditunggu wanita bernama Dewi di sebuah taksi yang berhenti di halaman parkir. Karuan saja, perasaan dadaku jadi plong. Seketika itu aku lari mencari taksi tersebut.
Begitu aku membuka pintu taksi, Oh.. dadaku berdetak. Wanita kencan SMSku itu ternyata tidak setua usianya. Tubuhnya terlalu tinggi bagiku, sekitar 170cm, sedang aku hanya 165cm. Kulitnya putih layaknya wanita etnis Tionghoa.
“Ayo, masuk..,” pinta wanita berambut sebahu itu sembari memberi ruang duduk di sampingnya.
Wajahnya tampak gembira sekali ketika menatap wajahku.
“Ke Hotel XXX, ya Bang,” ujar Dewi kepada sang pengemudi taksi.
Di dalam taksi aku duduk berhimpitan bersama Dewi, aku seperti dibawa terbang ke awang-awang. Betapa tidak, tubuhnya super montok. BRA-nya kira-kira berukuran 36. Dan pinggulnya, wah membuatku benar-benar gemas. Sementara tatapan matanya, seolah ada rasa dahaga yang tertahan bertahun-tahun. Hmm.. rasanya itu membuatku tak sabar untuk melumatnya. Karena itu, begitu tiba di hotel aku bergegas chek-in dan membogkar rahasia perasaanku di kamar nomor 102.
Di kamar hotel 102, di antara lampu remang-remang, Dewi hanya termangu memandangiku. Matanya meneliti leku-lekuk tubuhku yang maaih basah habis mandi.
“Sini sayang, aku pijiti. Pasti, kau capek sekali, kan,” ujar Dewi kemudian.
Tanpa banyak kata, aku hanya menurut saja. Maklum tubuhku capek sekali setelah menempuh perjalanan KotaX ke Jakarta. Kalau dipijiti, oh.. rasa pegal di tubuhku akan hilang. Karena itu, aku segera tidur tengkurang di ranjang dengan setengah telanjang di dekat Dewi.
“Bagian mana dulu yang dipijit sayangku,” suara Dewi yang mendesah membuat darahku mendesir-desir.
“Terserah Dewi,” jawabku singkat.
Tak lama kemudian, jemari lentiknya sudah menelusuri lekuk-lekuk tubuhku. Kadang-kadang tangan Dewi nakal menggoda bagian sensitifku. Urutannya lembut, seperti menyulam setiap pori-pori kulitku.
Beberapa saat kemudian aku ganti menawarkan diri untuk memijit tubuh Dewi yang super montok. Seperti yang dia lakukan padaku tadi, aku mulai mengurut-urut bagian lehernya, kemudian turun ke punggung, pinggang dan paha. Setelah itu tubuhnya ku balik sehingga tidak tengkurap lagi. Kali ini aku mengurut bagian payudaranya dengan lembut. Selanjutnya aku mulai beraksi erotik. Awalnya saya membelai rambut Dewi dan mencium bibirnya. Dia membalasnya dengan hangat, penuh kasih sayang.
Kurebahkan dia dengan perlahan, kutatap matanya erat-erat, kusingkirkan bajunya yang menutupi buah dadanya, yang sungguh merangsang diriku. Perlahan tapi pasti kulumat puting susu-nya dan dengan tangan kiriku kumainkan puting yang satunya lagi. Dewi melenguh keenakan, sungguh suara yang merdu dan hal ini membuatku grenng lagi. Selang beberapa menit kemudian kuangkat kepalaku sambil tetap kumainkan tangan kiriku, kemudian kulihat memek Dewi yang basah. Kulumat clitorisnya dan semua ruang vaginanya hingga Dewi menggelinjang berat. Ketika penisku menegang gagah perkasa, kurenggangkan kedua pahanya dan kumasukkan jariku ke lubang memeknya, kuputar-putar dan kusodok-sodokkan, Dewi pun semakin mengerang keras, sampai kusadari kalau waktu kusodokkan di bagian kanan atas, eluhannya semakin keras dan cairannya makin banyak, penasaran kupusatkan jariku di situ dan kugosok-gosok bagian tersebut ternyata Dewi pun berteriak makin keras.
Cairannya keluar banyak sekali, aku pun mulai grenng tidak sabar, kuangkat kontolku dan kusodokkan ke lubang memeknya dengan cepat, kali ini aku sodokkan terus menerus tapi rupanya kontolku masih membutuhkan waktu untuk reload sehingga spermaku tidak lekas keluar.
Dewi masih mengerang dengan kerasnya, dan kusodokkan penisku ke bagian kanan atas, dan yah dia pun makin melenguh keras, dan kurasakan cairannya menyembur-nyembur dengan derasnya, aku makin grenng dan kulihat wajahnya yang khas, wajah yang penuh kepuasan dan erangan penuh kenikmatan yang merdu, yang membuat kontol laki-laki manapun tidak tahan, dan akupun keluar lagi dengan deras di memek Dewi.
Poker Online Terpercaya di Seluruh Indonesia
Ketika aku terbangun dari tidur sekitar tengah malam, Dewi telah menyediakan kopi panas dan duduk di sebelah ranjang. Tapi hasratku masih menggelora. Tidak bisa tidak aku harus beraksi lagi. Maklum, aku hanya bisa berada di Jakarta hanya sehari. Sayang kalau hanya sekali main di panggung ranjang panas. Karena itu, setelah mencicipi kopi aku segera membuka kancing BH-nya kulepaskan. Tanganku bergerak bebas mengusap buah dadanya. Putingnya kupegang dengan lembut. Kami sama-sama hanyut dibuai kenikmatan walaupun kami masih berdiri bersandar di dinding. Kami terangsang tak karuan. Nafas kami semakin memburu. Aku merasa tubuh Dewi menyandar ke dadaku. Dia sepertinya pasrah. Baju daster Dewi kubuka. Di dalam cahaya remang dan hujan lebat itu, kutatap wajahnya. Matanya terpejam. Daging kenyal yang selama ini terbungkus rapi menghiasi dadanya kuremas perlahan-lahan. Bibirku mengecup puting buah dadanya secara perlahan.
Kuhisap puting yang mengeras itu hingga memerah. Dewi semakin gelisah dan nafasnya sudah tidak teratur lagi. Tangannya liar menarik-narik rambutku, sedangkan aku tenggelam di celah buah dadanya yang membusung. Mulutnya mendesah-desah.
“Ssshh.., sshh!”.
Puting payudaranya yang merekah itu kujilat berulangkali sambil kugigit perlahan-lahan. Kulepaskan ikatan kain di pinggangnya. Lidahku kini bermain di pusar Dewi, sambil tanganku mulai mengusap- usap pahanya. Ketika kulepaskan ikatan kainnya, tangan Dewi semakin kuat menarik rambutku. Suaranya melenguh-lenguh. Nafasnya terengah-engah ketika celana dalamnya kutarik ke bawah. Tanganku mulai menyentuh lagi daerah kemaluannya. Rambut halus di sekitar kemaluannya kuusap-usap perlahan. Ketika lidahku baru menyentuh kemaluannya, Dia menarikku berdiri. Pandangan matanya terlihat sayu bagai menyatakan sesuatu. Pandangannya ditujukan ke tempat tidurnya.
DIBACA JUGA: NIKMATNYA PERTAMA KALI MASTURBASI
Aku segera mengerti maksudnya. Dia minta ingin segera digenjot di atas ranjang. Dengan sebuah tarikan, tubuh Dewi kubaringkan terlentang, tapi kakinya masih menyentuh lantai. Mukanya berpaling ke sebelah kiri. Matanya terpejam. Tangannya mendekap kain sprei. Buah dadanya membusung seperti minta disentuh. Puting susunya terlihat berair karena liur hisapanku tadi. Perutnya mulus dan pusarnya cukup indah. Kulihat tidak ada lipatan dan lemak seperti perut wanita yang telah melahirkan. Kemudian, tanganku terus membuka kancing bajuku satu-persatu. Ritsluiting jeans-ku kuturunkan. Aku telanjang bulat di hadapan Dewi. Penisku berdiri tegang melihat kecantikan sosok tubuh Dewi.
Buah dada yang membusung dihiasi puting kecil dan daerah di bulatan putingnya kemerah-merahan. Indah sekali kupandang di celah pahanya. Dewi telentang kaku. Tidak bergerak. Cuma nafasnya saja turun naik. Lalu akupun duduk di pinggir kasur sambil mendekap tubuhnya. Sungguh lembut tubuhnya. Kupeluk dengan gemas sambil kulumat mesra bibir ranumnya. Tanganku meraba seluruh tubuhnya. Sambil memegang puting susunya, kuremas-remas buah dada yang kenyal itu. Kuusap-usap dan kuremas-remas. Nafsuku terangsang semakin hebat. Penisku menyentuh pinggangnya. Kudekatkan penisku ke tangannya. Digenggamnya penisku erat-erat lalu diusap-usapnya.
Memang Dewi tahu apa yang harus dilakukan. Dipegangnya penisku yang sudah tegang dan dimasukkannya ke dalam mulutnya. Mataku terpejam-pejam ketika lidah Dewi melumat kepala penisku dengan lembut. Penisku dikulum sampai ke pangkalnya. Sukar untuk dibayangkan betapa nikmatnya diriku. Bibir Dewi terasa menarik-narik batang penisku.
Tidak tahan diperlakukan begitu aku lalu mengerang menahan nikmat. Kubuka lebar-lebar paha Dewi sambil mencari liang vaginanya. Kusibakkan vaginanya yang telah basah itu. Kujulurkan lidahku sambil memegang clitorisnya. Dewi mendesah. Kujilat-jilat dengan lidahku. Kulumat dengan mulutku. Liang kemaluan Dewi semakin memerah. Bau kemaluannya semakin kuat. Aku jadi semakin terangsang. Seketika kulihat air berwarna putih keluar dari lubang vaginanya. Tentu Dewi sudah cukup terangsang, pikirku. Aku kembali pada posisi semula. Tubuh kami berhadapan. Tangannya menarik tubuhku untuk rebah bersama. Buah dadanya tertindih oleh dadaku. Dewi memperbaiki posisinya ketika tanganku mencoba mengusap-usap pangkal pahanya. Kedua Kaki Dewi mulai membuka sedikit ketika jariku menyentuh kemaluannya. Lidahku mulai turun ke dadanya. Putingnya kuhisap sedikit kasar. Punggung Dewi terangkat-angkat ketika lidahku mengitari perutnya.
Akhirnya jilatanku sampai ke celah pahanya. Dewi semakin membuka pahanya ketika aku menjilat clitorisnya, kulihat Dewi sudah tidak bergerak lagi. Kakinya kadang-kadang menjepit kepalaku sedangkan lidahku sibuk merasakan kenikmatan yang telah dirasakan. Erangan Dewi semakin kuat dan nafasnya pun yang terus mendesah. Rambutku di tarik-tariknya dengan mata terpejam menahan kenikmatan.
“Gimana rasanya?” tanyaku lembut dengan nada manja.
Dia tidak menjawab. Dia hanya membuka matanya sedikit sambil menarik napas panjang. Aku mengerti. Itu bertanda dia setuju. Tanpa disuruh, aku mengarahkan penisku ke arah lubang vaginanya yang kini telah terbuka lebar. Lendir dan liurku telah banjir di gerbang vaginanya. Kugesek-gesekan kepala penisku di cairan yang membanjir itu. Perlahan- lahan kutekan ke dalam. Tekanan penisku memang agak sedikit susah. Terasa sempit. Kulihat Dewi menggelinjang seperti kesakitan.
“Pelan-pelan, Yang!”, ujarnya berharap, suaranya terdengar sesak.
Aku sekarang mengerti. Memang aku belum berpengalaman. Kutekan lagi. Kumasukkan penisku perlahan-lahan. Kutekan punggungku ke depan. sangat hati-hati. Terasa memang sempit. Lalu Dewi memegang lenganku erat-erat. Mulutnya meringis seperti orang sedang menggigit tulang. Hanya sebagian penisku yang masuk. Kubiarkan sebentar penisku berhenti, terdiam. Dewi juga terdiam. Tenang. Sementara itu, kupeluk tubuhnya dengan gemas sambil memainkan buah dadanya, menjilat, mengusap dan menggigit-gigit lembut.
Mulutnya kukecup sambil lidahnya kumainkan. Kami memang sudah sangat bernafsu dan terangsang.
“Mau diteruskan..?” tanyaku kemudian.
Dewi membuka matanya. Di bibirnya terlihat senyum manis yang menggairahkan. Kutekan penisku ke dalam. Kemudian kutarik ke belakang perlahan-lahan. Kuhentakkan perlahan-lahan. Memang sempit kemaluan Dewi, mencengkram seluruh batang penisku. Penisku terasa seperti tersedot di dalam vaginaya. Kami mulai terangsang! Penisku mulai memasuki kemaluan Dewi lebih lancar. Terasa hangatnya sungguh menggairahkan. Mata Dewi terbuka menatapku dengan pandangan yang sayu ketika penisku mulai kukeluar-masukkan. Bibirnya dicibirkan rapat-rapat seperti tidak sabar menunggu tindakanku selanjutnya. Sedikit demi sedikit penisku masuk sampai ke pangkalnya.
Dewi mendesah dan mengerang seiring dengan keluar-masuknya penisku di kemaluannya. Kadang-kadang punggung Dewi terangkat-angkat menyambut penisku yang sudah melekat di kemaluannya. Berpuluh-puluh kali kumaju-mundurkan penisku seiring dengan nafas kami yang tidak teratur lagi. Suatu ketika aku merasakan badan Dewi mengejang dengan mata yang tertutup rapat. Tangannya memeluk erat-erat pinggangku. Punggungnya terangkat tinggi dan satu keluhan berat keluar dari mulutnya secara pelan.
Denyutan di kemaluannya terasa kuat seakan melumatkan penisku yang tertanam di dalamnya. Goyanganku semakin kuat. Lehernya kurengkuh erat sambil badanku rapat menindih badannya. Ketika itu seolah-olah aku merasakan ada denyutan yang menandakan air maniku akan keluar. Denyutan yang semakin keras membuat penisku semakin menegang keras. Dewi mengimbanginya dengan menggoyangkan pinggulnya. Goyanganku semakin kencang. Kemaluan Dewi semakin keras menjepit penisku. Kurangkul tubuhnya kuat-kuat. Dia diam saja. Bersandar pada tubuhku, Dewi lunglai seperti tidak bertenaga. Kugoyang terus hingga tubuh Dewi seperti terguncang-guncang. Dia membiarkan saja perlakuanku itu. Nafasnya semakin kencang.
Dalam keadaan sangat menggairahkan, akhirnya aku sampai ke puncak. Air maniku muncrat ke dalam kemaluan Dewi. Bergetar badanku saat maniku muncrat. Dewi mengait pahaku dengan kakinya. Matanya terbuka lebar memandangku. Mukanya serius. Bibir dan giginya dicibirkan. Nafasnya terengah-engah. Dia mengerang agak kuat. Waktu aku memuntahkan lahar maniku, tusukanku dengan kuat menghunjam masuk ke dalam. Kulihat Dewi menggelepar-gelepar. Dadanya terangkat dan kepalanya mendongak ke belakang. Aku lupa segala-galanya.
Untuk beberapa saat kami merasakan kenikmatan itu. Beberapa sodokan tadi memang membuat kami sampai ke puncak bersama- sama. Memang hebat. Sungguh puas. Memang inilah pertama kalinya aku melakukan senggama dengan orang lain selain istriku. Walaupun dia seorang janda yang sudah berumur, bagiku dia adalah wanita yang sangat cantik. Waktu kami melakukan senggama tadi, kami berkhayal entah kemana. Dewi memang hebat dalam permainannya. Sebagai seorang yang tidak pernah merasakan kenikmatan persetubuhan dengan orang lain selain istriku, bagiku Dewi betul-betul memberiku surga dunia. Aku terbaring lemas di sisi Dewi. Mataku terpejam rapat seolah tidak ada tenaga untuk membukanya. Dalam hati aku puas karena dapat mengimbangi permainan ranjang Dewi. Kulihat Dewi tertidur di sebelahku. Dia mengaku puas sekali.
“Kamu memang hebat, penismu luar biasa..!”, katanya dengan nada meronta.
Anehnya, ketika aku merasa capek, Dewi malah mengocokkan batang penisku. Suaranya mengiba-iba membangkitkan gairahku.
“Kau suka?”, tanyaku.
Dia tersenyum. Dia mengangguk tanda suka. Saat itu juga tanganku memegang buah dadanya. Tangannya mengocok terus penisku. Penisku tegang lagi. Kami jadi terangsang lagi.
“Kau mau lagi?”, tanyaku dengan suara manja.
Dia tersenyum manis. Apa yang kuimpikan kini benar-benar menjadi kenyataan. Perlahan-lahan kubuka selimutnya. Kulihat kaki Dewi sudah mengejang. Sedikit demi sedikit terus kutarik selimutnya ke bawah. Segunduk daging mulai terlihat. Uff.., detak jantungku kembali berdegup kencang. Kunikmati kembali tubuh Dewi tanpa perlawanan. Gundukan bukit kecil yang bersih, dengan bulu-bulu tipis yang mulai tumbuh di sekelilingnya, tampak berkilat di depanku. Kurentangkan kedua kakinya hingga terlihat sebuah celah kecil di balik gundukan bukit Dewi.
Kedua belahan bibir mungil kemaluannya kubuka. Melalui celah itu kulihat semua rahasia di dalamnya. Aku menelan air liurku sendiri sambil melihat kenikmatan yang telah menanti. Kudekatkan kepalaku untuk meneliti pemandangan yang lebih jelas. Memang indah membangkitkan birahi. Tak mampu aku menahan ledakan birahi yang menghambat nafasku. Segera kudekatkan mulutku sambil mengecup bibir kemaluan Dewi dengan bibir dan lidahku. Rakus sekali lidahku menjilati setiap bagian kemaluan Dewi. Terasa seperti tak ingin aku menyia-nyiakan kesempatan yang dihidangkannya. Setiap kali lidahku menekan keras ke bagian daging kecil yang menonjol di mulut vaginanya, Dewi mendesis dan mendesah keenakan. Lidah dan bibirku menjilat dan mengecup perlahan. Beberapa kali kulihat dia mengejangkan kakinya. Aku tak peduli bau khas dari liang kemaluan Dewi memenuhi relung hidungku. Malah membuat lidahku bergerak semakin menggila. Kutekan lidahku ke lubang kemaluan Dewi yang kini sedikit terbuka. Rasanya ingin kumasukkan lebih dalam lagi, tapi tidak bisa.
Mungkin karena lidahku kurang keras. Tetapi, kelunakkan lidahku itu membuat Dewi beberapa kali mengerang karena nikmat. Dalam keadaan sudah terangsang, kutarik tubuh Dewi ke posisi menungging. Ia menuruti permintaanku dan bertanya dengan nada manja.
“Aku kau apakan, sayang?”, bisiknya.
Aku diam saja. Kuatur posisinya. Tangannya meremas sprei hingga kusut. Air mani Dewi sudah membasahi kemaluannya. Kubuka pintu kemaluannya. Kulihat dan perhatikan dengan seksama. Memang aku tidak pernah melihat kemaluan wanita serapat itu.
Bau anyir dan bau air maniku bercampur dengan bau asli vagina Dewi yang merangsang. Bau vagina seorang wanita! Jelas semua! Bulu kemaluan Dewi yang lembab dan melekat berserakan di sekitar vaginanya. Kusibakkan sedikit untuk memberi ruang.
Kumasukkan jari telunjukku ke dalam lubang vaginanya. Kumain-mainkan di dalamnya. Kulihat Dewi menggoyang punggungnya. Kucium dan kugigit daging kenyal punggungnya yang putih bersih itu. Kemudan kurangkul pinggangnya. Kumasukkan penisku ke liang vaginanya. Pinggang Dewi seperti terhentak. Perlahan-lahan kutusukkan penisku yang besar panjang ke lubang vaginanya dengan posisi “doggy-style”. Tusukanku semakin kencang. Nafsu syahwatku kembali sangat terangsang. Kali ini berkali-kali aku mendorong dan menarik penisku. Hentakanku memang kasar dan ganas. Kuraih pinggang Dewi. Kemudian beralih ke buah dadanya. Kuremas-remas semauku, bebas. Rambutnya acak-acakan. Lama juga Dewi menahan lampiasan nafsuku kali ini. Hampir setengah jam.
Tusukanku memang hebat. Kadang cepat, kadang pelan. Kudorong-dorong tubuh Dewi. Dia melenguh. Dengusan dari hidungnya memanjang. Berkali-kali. Seperti orang terengah-engah kecapaian.
“Ehh.. ek, Ekh, Ekh.”
Akhirnya aku merasakan air maniku hampir muntah lagi. Waktu itu kurangkul kedua bahu Dewi sambil menusukkan penisku ke dalam. Tenggelam semuanya hingga ke pangkalnya. Waktu itulah kumuntahkan spermaku. Kutarik lagi, dan kuhunjamkan lagi ke dalam. Tiga empat kali kugoyang seperti itu. Dewi terlihat pasrah mengikuti hentakanku. Kemudian kupeluk tubuhnya walaupun penisku masih tertancap di dalam kemaluannya. Kuelus-elus buah dadanya. Kudekati mukanya. Kami berciuman. Begitu lama hingga terasa penisku kembali normal. Dewi sepertinya kelelahan. Keringat bercucuran di dahi kami. Kami telentang miring sambil berpelukan. Dewi terlihat lemas lalu tertidur. Melihat Dewi begitu masih belum reda, birahiku bangkit kembali. Kurangkul tubuh Dewi dan aku bermain sekali lagi. Tak terasa, kami berdua seperti bermandikan air mani. Setelah itu, kami terkapar berdua.
Ketika aku bangun hari sudah siang. Sekitar jam 12.00 aku buru-buru chek-out dan pulang ke KotaX. Ternyata Dewi masih mau kencan lagi denganku. Tapi entah kapan waktunya, dia belum memastikan dan akupun belum memikirkannya.
“Kau memang lelaki jantan dan tangguh di ranjang sayang. Tenang-tenang menghanyutkan. Lemah lembut, tapi luar biasa dahsyat,” bisik Dewi ketika mengantarku ke Stasiun Gambir.
0 Comments